Kamis, 26 Juli 2012

0 Sistem Pendidikan di Indonesia

Ditulis oleh: Prof. Rhenald Kasali (Guru Besar FE UI) (dr FB CSS MoRA)

LIMA belas tahun lalu saya pernah mengajukan protes pada guru sebuah sekolah tempat anak saya belajar di Amerika Serikat. Masalahnya, karangan berbahasa Inggris yang ditulis anak saya seadanya itu telah diberi nilai E (excellence) yang artinya sempurna, hebat, bagus sekali. Padahal dia baru saja tiba di Amerika dan baru mulai belajar bahasa.

Karangan yang dia tulis sehari sebelumnya itu pernah ditunjukkan kepada saya dan saya mencemaskan kemampuan verbalnya yang terbatas. Menurut saya tulisan itu buruk, logikanya sangat sederhana. Saya memintanya memperbaiki kembali, sampai dia menyerah.

Rupanya karangan itulah yang diserahkan anak saya kepada gurunya dan bukan diberi nilai buruk, malah dipuji. Ada apa? Apa tidak salah memberi nilai? Bukankah pendidikan memerlukan kesungguhan? Kalau begini saja sudah diberinilai tinggi, saya khawatir anak saya cepat puas diri.

Sewaktu saya protes, ibu guru yang menerima saya hanya bertanya singkat. “Maaf Bapak dari mana?”

“Dari Indonesia,” jawab saya.

Dia pun tersenyum.

BUDAYA MENGHUKUM

Pertemuan itu merupakan sebuah titik balik yang penting bagi hidup saya. Itulah saat yang mengubah cara saya dalam mendidik dan membangun masyarakat.

“Saya mengerti,” jawab ibu guru yang wajahnya mulai berkerut, namun tetap simpatik itu. “Beberapa kali saya bertemu ayah-ibu dari Indonesia yang anak anaknya dididik di sini,” lanjutnya. “Di negeri Anda, guru sangat sulit memberi nilai. Filosofi kami mendidik di sini bukan untuk menghukum, melainkan untuk merangsang orang agar maju. Encouragement! ” Dia pun melanjutkan argumentasinya.

“Saya sudah 20 tahun mengajar. Setiap anak berbeda-beda. Namun untuk anak sebesar itu, baru tiba dari negara yang bahasa ibunya bukan bahasa Inggris, saya dapat menjamin, ini adalah karya yang hebat,” ujarnya menunjuk karangan berbahasa Inggris yang dibuat anak saya.

Dari diskusi itu saya mendapat pelajaran berharga. Kita tidak dapat mengukur prestasi orang lain menurut ukuran kita.

Saya teringat betapa mudahnya saya menyelesaikan study saya yang bergelimang nilai “A”, dari program master hingga doktor.

Sementara di Indonesia, saya harus menyelesaikan studi jungkir balik ditengarai ancaman drop out dan para penguji yang siap menerkam. Saat ujian program doktor saya pun dapat melewatinya dengan mudah.

Pertanyaan mereka memang sangat serius dan membuat saya harus benar-benar siap. Namun suasana ujian dibuat sangat bersahabat. Seorang penguji bertanya dan penguji yang lain tidak ikut menekan, melainkan ikut membantu memberikan jalan begitu mereka tahu jawabannya. Mereka menunjukkan grafik-grafik yang saya buat dan menerangkan seterang-terangnya sehingga kami makin mengerti.

Ujian penuh puja-puji, menanyakan ihwal masa depan dan mendiskusikan kekurangan penuh keterbukaan.

Pada saat kembali ke Tanah Air, banyak hal sebaliknya sering saya saksikan. Para pengajar bukan saling menolong, malah ikut “menelan” mahasiswanya yang duduk di bangku ujian.

***

Etika seseorang penguji atau promotor membela atau meluruskan pertanyaan, penguji marah-marah, tersinggung, dan menyebarkan berita tidak sedap seakan-akan kebaikan itu ada udang di balik batunya. Saya sempat mengalami frustrasi yang luar biasa menyaksikan bagaimana para dosen menguji, yang maaf, menurut hemat saya sangat tidak manusiawi.

Mereka bukan melakukan encouragement, melainkan discouragement. Hasilnya pun bisa diduga, kelulusan rendah dan yang diluluskan pun kualitasnya tidak hebat-hebat betul. Orang yang tertekan ternyata belakangan saya temukan juga menguji dengan cara menekan. Ada semacam balas dendam dan kecurigaan.

Saya ingat betul bagaimana guru-guru di Amerika memajukan anak didiknya. Saya berpikir pantaslah anak-anak di sana mampu menjadi penulis karya-karya ilmiah yang hebat, bahkan penerima Hadiah Nobel. Bukan karena mereka punya guru yang pintar secara akademis, melainkan karakternya sangat kuat: karakter yang membangun, bukan merusak.

Kembali ke pengalaman anak saya di atas, ibu guru mengingatkan saya. “Janganlah kita mengukur kualitas anak-anak kita dengan kemampuan kita yang sudah jauh di depan,” ujarnya dengan penuh kesungguhan.

Saya juga teringat dengan rapor anak-anak di Amerika yang ditulis dalam bentuk verbal.

Anak-anak Indonesia yang baru tiba umumnya mengalami kesulitan, namun rapornya tidak diberi nilai merah, melainkan diberi kalimat yang mendorongnya untuk bekerja lebih keras, seperti berikut. “Sarah telah memulainya dengan berat, dia mencobanya dengan sungguh-sungguh. Namun Sarah telah menunjukkan kemajuan yang berarti.”

Malam itu saya mendatangi anak saya yang tengah tertidur dan mengecup keningnya. Saya ingin memeluknya di tengah-tengah rasa salah telah memberi penilaian yang tidak objektif.

Dia pernah protes saat menerima nilai E yang berarti excellent (sempurna), tetapi saya mengatakan “gurunya salah”. Kini saya melihatnya dengan kacamata yang berbeda.

MELAHIRKAN KEHEBATAN

Bisakah kita mencetak orang-orang hebat dengan cara menciptakan hambatan dan rasa takut? Bukan tidak mustahil kita adalah generasi yang dibentuk oleh sejuta ancaman: gesper, rotan pemukul, tangan bercincin batu akik, kapur, dan penghapus yang dilontarkan dengan keras oleh guru, sundutan rokok, dan seterusnya.

Kita dibesarkan dengan seribu satu kata-kata ancaman: Awas…; Kalau,…; Nanti,…; dan tentu saja tulisan berwarna merah menyala di atas kertas ujian dan rapor di sekolah.

Sekolah yang membuat kita tidak nyaman mungkin telah membuat kita menjadi lebih disiplin. Namun di lain pihak dia juga bisa mematikan inisiatif dan mengendurkan semangat. Temuan-temuan baru dalam ilmu otak ternyata menunjukkan otak manusia tidak statis, melainkan dapat mengerucut (mengecil) atau sebaliknya, dapat tumbuh.

Semua itu sangat tergantung dari ancaman atau dukungan (dorongan) yang didapat dari orang-orang di sekitarnya. Dengan demikian kecerdasan manusia dapat tumbuh, sebaliknya dapat menurun. Seperti yang sering saya katakan, ada orang pintar dan ada orang yang kurang pintar atau bodoh.

Tetapi juga ada orang yang tambah pintar dan ada orang yang tambah bodoh.

Mari kita renungkan dan mulailah mendorong kemajuan, bukan menaburkan ancaman atau ketakutan. Bantulah orang lain untuk maju, bukan dengan menghina atau memberi ancaman yang menakut-nakuti.

Rabu, 25 Juli 2012

0 Fadilah Shalat Tarawih

                                                        

Fadhilah Shalat Tarawih

Dari Sayyidina Ali Bin Abi Thalib R.A bahwasanya beliau berkata : ditanyakan kepada Rasulullah SAW tentang Fadhilah-fadhilah Shalat Tarawih di bulan Ramadhan, maka beliau bersabda: keluarnya seorang mukmin dari dosanya pada :
malam ke-1 seperti hari baru dilahirkan dari ibunya
malam ke-2 diampunin dosanya dan dosa kedua orang tuanya jika keduanya mukmin
malam ke-3 berteriaklah malaikat dari bawahnya Arsy seraya berkata: mulailah beramal, Allah SWT telah mengampuni dosa-dosamu yang telah lalu
malam ke-4 baginya pahala membaca Taurat,Injil, Zabur dan Al-Qur’an
malam ke-5 Allah SWT memberinya pahala orang yang shalat di Masjidil Haram, Masjid Madinah dan Masjid Al-Aqsha
malam ke-6 Allah memberinya pahala seperti pahalanya orang yang thawaf di Baitul Makmur dan setiap bebatuan, tanah-tanah yang keras memohonkan ampunan baginya
malam ke-7 pahalanya seperti nututi Nabi Musa dan ikut membantu mengalahkan Firaun dan Haman
malam ke-8 Allah SWT memberi pahala seperti pahala yang diberikan kepada kepada Nabi Ibrohim A.S
malam ke-9 seakan akan orang tersebut beribadah kepada Allah SWT seperti ibadahnya Nabi Muhammad SAW
malam ke-10 Allah SWt memberi kebaikan dunia akhirat
malam ke-11 orang tersebut akan keluar dari dunia (meninggal dunia) seperti pada hari baru dilahirkan ibunya tanpa dosa
malam ke-12 pada hari kiamat ia datang wajahnya seperti bulan purnama
malam ke-13 ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan aman dari segala kejelekan pada hari itu
malam ke-14 datang nanti para malaikat menjadi saksi bahwa orang tersebut telah shalat terawih maka ia tidak dihisab amalanya oleh Allah SWT
malam ke-15 akan memohonkan ampunan para malaikat dan malaikat yang mikul arsy dan kursi
malam ke-16 Allah SWT mencatat orang tersebut bebas selamat dari Neraka dan bebas masuk Surga
malam ke-17 Allah SWT akan memberi pahala seperti pahalanya para Nabi
malam ke-18 malaikat memanggil orang tersebut “wahai hamba Allah, Allah telah meridhoimu dan kedua orang tuanmu”
malam ke-19 Allah SWT akan mengangkat beberapa pangkat (derajat) di dalam Surga Firdaus
malam ke-20 Allah SWT memberikan pahala seperti pahalanya orang yang mati syahid dan orang-orang sholeh
malam ke-21 Allah SWT membangun rumah baginya didalam Surga yang terbuat dari Nur
malam ke-22 nanti di Hari Kiamat orang tersebut aman dari susah dan gelisah
malam ke-23 Allah SWT membangun sebuah kota baginya dalam Surga
malam ke-24 dua puluh empat doanya dikabulkan Allah SWT
malam ke-25 Allah SWT menghilangkan siksa kubur baginya
malam ke-26 Allah SWT akan mengangkat baginya pahala 40 tahun
malam ke-27 orang tersebut akan melintasi Sirotol Mustaqim seperti kilat menyambar
malam ke-28 Allah SWT mengangkat seribu pangkat/derajat baginya dalam Surga
malam ke-29 Allah SWT memberinya pahala seperti pahalanya seribu Hajjian yang diterima
malam ke-30 Allah SWT akan mengatakan : wahai hambaku makanlah buah-buahan Surga dan mandilah di air Surga Salsabila dan minumlah dari telaga Kautsar, aku adalah Tuhanmu dan engkau adalah Hambaku.

(Kitab Majelis)
Dikutip Dari Kitab Durrotun Nashihin Halaman 18
 

WELLCOME TO MyBLOG !! Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates